PGK Bandar Lampung Sambangi Kejati Lampung: Langkah Menagih Keadilan

BANDAR LAMPUNG – Teduhnya langit Bandar Lampung siang itu terasa kontras dengan suasana hati para aktivis Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Bandar Lampung,

Mereka kembali menapaki halaman Kejati Lampung Selasa (21/10/2025), tempat yang seharusnya menjadi rumah bagi kebenaran, tapi kini justru mereka datangi untuk mencari jawaban.

Berly Reastama, Ketua DPD PGK Bandar Lampung, bersama Hasbiyul Furkon selaku Wakil Ketua, datang tidak sendiri. Mereka didampingi Andriyansyah, S.H, perwakilan DPW PGK Provinsi Lampung yang juga seorang advokat menandakan bahwa perjuangan kali ini bukan sekadar teriak, tapi sudah naik ke babak hukum dan moral.

“Ini langkah lanjutan, bukan akhir. Kami datang menagih janji atas tiga persoalan yang menyangkut nurani publik. Jangan sampai keadilan lumpuh hanya karena telah diberi dana besar,” ujar Berly ketika diwawancarai di depan halaman Kejati, dengan suara tegas memecah udara lembab siang itu.

Hanya sepekan sebelumnya, massa PGK menggelar aksi besar di depan Balai Kota Bandar Lampung dan Kejati Lampung.

Mereka menyoroti kejanggalan hibah Rp60 miliar dari Pemkot untuk Kejati Lampung dan kegagalan penanganan limbah di TPA Bakung. Kali ini, bukan lagi spanduk dan toa yang mereka bawa, melainkan data, berkas, dan kesabaran rakyat yang mulai habis

“Kami ingin tahu, sampai di mana langkah Kejati setelah aksi kami minggu lalu, Ini bukan sekadar aksi simbolik. Kami datang untuk memastikan, apakah suara rakyat benar-benar sampai, atau hanya berhenti di gerbang kantor ini.” Tambahnya.

Dalam hal itu, PGK menegaskan kembali tiga tuntutan utama yang mereka bawa, tiga luka yang mereka anggap mencerminkan ketidakadilan dalam pengelolaan kebijakan publik di kota ini:

1. Persoalan Anggaran Hibah Rp60 Miliar dari Pemkot Bandar Lampung untuk Kejati Lampung, yang dinilai tidak memiliki urgensi mendesak, sebab lembaga tersebut merupakan institusi vertikal yang mendapat alokasi dana dari pemerintah pusat.
2. Persoalan Limbah Air Lindi di TPA Bakung, yang hingga kini terus mengalir ke sungai, mencemari air, tanah, hingga laut yang mengancam ekosistem dan kesehatan masyarakat sekitar serta masyarakat kota Bandar Lampung.
3. Permasalahan Proyek Dinding Penahan Sampah di TPA Bakung senilai Rp5 miliar, yang kini retak, miring, melengkung,dan tidak berfungsi maksimal. menimbulkan dugaan kuat adanya penyimpangan dalam pelaksanaannya.

Bagi PGK, perjuangan ini bukan sekadar soal angka, tapi tentang rasa keadilan yang terus diulur-ulur oleh sistem hirarki kekuasaan. Seperti persoalan dinding penahan sampah di TPA Bakung bukan hanya soal kualitas proyek, tapi hal tersebut sangat kuat korelasinya dengan kedua variabel persoalan yang ada. pola yang berulang proyek besar, hasil kecil, dan tanggung jawab yang kabur. Sehingga berdampak buruk bagi masyarakat kota Bandar Lampung.

Lain sisi sebagai advokat, Andriyansyah, S.H. membawa perspektif hukum yang lebih tajam. Ia menegaskan, langkah PGK bukan bentuk perlawanan terhadap lembaga hukum, melainkan dorongan agar hukum tetap berdiri tegak di atas keadilan. Menurutnya, PGK akan terus mengawal persoalan ini dari proses administrasi hingga kemungkinan audit proyek TPA Bakung. “Kami tidak akan berhenti sebelum kebenaran muncul ke permukaan,” tegasnya.

Di bawah awan kelabu kota Bandar Lampung, langkah PGK terasa seperti tanda dari sebuah perjuangan yang belum usai. Bagi mereka, menegakkan keadilan bukan perkara sehari dua hari, melainkan perjalanan panjang melawan sistem hirarki yang sering lupa pada rakyatnya sendiri.

Mereka tahu jalan ini terjal penuh pintu yang tertutup, dan kebenaran yang kadang dipinggirkan.Namun di setiap langkah kecil itu, ada keyakinan bahwa perubahan tidak lahir dari diam, tapi dari keberanian untuk terus bersuara meski dunia memilih tutup telinga (Red)

Tinggalkan Balasan