De Facto Lampung Menjawab Tantangan, Buktikan Lewat APBD-nya!

Dinar Ekspose, Bandar Lampung–Di tengah derasnya arus tuntutan publik dan ketatnya pengawasan terhadap pengelolaan anggaran, Pemerintah Provinsi Lampung memilih untuk tidak tinggal diam. Mereka bergerak dengan kepala tegak dan langkah penuh perhitungan. Di balik angka-angka yang mungkin tampak kaku di atas kertas, tersimpan sebuah kisah tentang ketekunan, strategi, dan kesungguhan dalam menjaga kepercayaan rakyat.

Hingga 10 Mei 2025, pendapatan daerah Lampung telah menyentuh Rp2,2 triliun. Angka yang bukan sekadar pencapaian, melainkan bukti bahwa mesin pemerintahan berjalan dan menghasilkan. Itu berarti 30,23 persen dari target telah diraih. Sementara itu, belanja daerah menyusul di angka 24,62 persen. Jauh dari sekadar angka statistik, capaian ini mencerminkan bagaimana pemerintah menjalankan fungsi dan kewajibannya secara nyata.

Namun kisah ini tidak selesai di sana. Ada aliran dana lain yang juga berperan penting dalam denyut pembangunan Lampung dana BOS dan BLUD. Lebih dari Rp350 miliar dana itu bergerak dan digunakan, meski tak melalui jalur resmi Kas Daerah. Ia berputar, memberi manfaat, meski belum sepenuhnya tercatat secara administratif.

“Memang belum disahkan, karena proses sesuai Permendagri dilakukan per semester. Tapi dana itu sudah berjalan dan mendukung program,” ujar Marindo Kurniawan, Kepala BPKAD Provinsi Lampung.

Ketika data ini disatukan baik yang melalui RKUD maupun yang berada di luar maka Lampung mencatatkan realisasi keuangan yang lebih tinggi dari rata-rata nasional. Bukan sesuatu yang dibesar-besarkan, melainkan realitas yang disampaikan secara terbuka. Lampung tak hanya mengejar target, tetapi juga memastikan setiap prosesnya bersih dan akuntabel.

Dan ada satu catatan kecil yang justru menjadi sorotan besar: saldo kas daerah. Hampir tak pernah lebih dari 0,03 persen. Artinya, tak ada dana yang dibiarkan mengendap. Setiap rupiah yang masuk, langsung digulirkan untuk pembangunan. Tak ada ruang bagi kelambanan. Tak ada waktu untuk menunda.

“Inilah bentuk nyata dari optimalisasi anggaran. Setiap penerimaan segera diarahkan untuk mendukung pelayanan publik dan pembangunan,” tutur Marindo.

Capaian ini bukan sekadar keberhasilan teknokratis. Ia adalah jawaban atas amanah publik. Ia adalah narasi tentang bagaimana pemerintahan bekerja bukan hanya untuk memenuhi kewajiban, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan.

Dalam waktu dekat, Pemerintah Provinsi Lampung berjanji akan membuka seluruh rincian realisasi tersebut dalam rapat koordinasi. Tak ada yang disembunyikan. Tak ada yang ditunda. Karena di balik setiap angka, ada janji yang harus ditepati.

Lampung tidak sedang membangun pencitraan. Mereka sedang membangun keyakinan bahwa anggaran publik adalah alat perjuangan, bukan sekadar dokumen belanja. (Redaksi)