BreakingNews
2 Jul 2025, Rab

Manuver Senyap Biro Kesra: Balas Jasa dan Honor Rp241 Juta, integritas Gubernur Di Uji

Dinar Ekspose, Lampung — Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, mengusung slogan “Bersama Lampung Maju” sebagai semangat pembaruan di tahun pertamanya menjabat. Namun semangat itu kini diuji oleh manuver sebagian orang yang justru berada dalam lingkaran terdekat kekuasaan. Salah satunya muncul dari Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Provinsi Lampung.

Di bawah kepemimpinan Yulia Megaria, kepala biro yang belum lama menjabat, Biro Kesra menjadi sorotan tajam. Sebuah kebijakan pengangkatan tenaga pendamping mengundang tanya, bukan karena rekam jejaknya, tapi karena siapa sosok yang diangkat dan besaran honor yang menyertainya.

Nama Ria Wulandari mencuat. Ia disebut-sebut sebagai mantan atasan Yulia, dan kini diangkat sebagai tenaga pendamping dengan nilai kontrak mencapai Rp241.128.000 per tahun sekitar Rp20 juta lebih per bulan. Sumber internal menyebutkan, proses pengangkatannya minim transparansi dan cenderung berdasarkan kedekatan personal, bukan pada kebutuhan struktural biro.

“Ironis. Gubernur justru mengajak profesional tanpa honor. Tapi di satu biro, malah ada ‘pengabdian’ yang dibayar fantastis,” ujar salah satu narasumber yang enggan disebut namanya.

Yulia Megaria berdalih, kehadiran Ria sangat membantu mempercepat program-program di Biro Kesra. Tapi alasan itu belum cukup menjawab sederet kejanggalan administratif maupun etika publik yang melekat pada kasus ini. Terlebih, pengangkatan tersebut berpotensi bertentangan dengan Instruksi Gubernur Lampung Nomor 1 Tahun 2025 tentang penghematan anggaran dan pencegahan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Dari perspektif hukum, sejumlah ahli menilai tindakan ini juga bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini menyebutkan bahwa setiap pejabat yang dengan sengaja menyalahgunakan kewenangannya sehingga menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan merugikan keuangan negara, dapat dipidana.

“Kalau pengangkatan tenaga pendamping tidak melalui mekanisme seleksi atau kebutuhan struktural yang jelas, dan di saat yang sama terjadi pengeluaran yang tak efisien, maka itu bisa masuk ranah pelanggaran hukum,” tambah sumber.

Kasus tenaga pendamping hanyalah satu bagian dari catatan yang lebih besar. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI tahun 2024 mengungkap ketidakwajaran lain di tubuh Biro Kesra. Salah satunya menyangkut anggaran subsidi transit pesawat jemaah haji.

Dari total alokasi Rp36.449.550.000, realisasi anggaran hanya tercatat Rp34.498.438.920. Artinya, ada selisih hampir Rp2 miliar yang belum dapat dijelaskan secara transparan. BPK menyoroti lemahnya pertanggungjawaban dan dokumentasi atas selisih dana tersebut.

Pertanyaannya kini juga mengarah ke pucuk pimpinan, apakah Gubernur Lampung benar-benar tidak mengetahui praktik ini, ataukah hanya diam karena tekanan politik dan loyalitas birokrasi? Beberapa sumber menyebutkan, langkah Kepala Biro Kesra mengangkat mantan atasan sebagai pendamping adalah diduga bentuk balas jasa, sesuatu yang lumrah namun berbahaya dalam dunia birokrasi.

Dalam konteks reformasi birokrasi, praktik semacam ini jelas kontraproduktif. Mengangkat seseorang hanya karena kedekatan masa lalu, apalagi dengan beban keuangan yang tak kecil, akan mencederai kepercayaan publik.

“Apa bedanya ini dengan nepotisme kalau tidak ditindak? Dan kalau dibiarkan, maka gubernur kehilangan pijakan moral untuk bicara soal perubahan,” kata Hendro, salah satu aktivis antikorupsi Provinsi Lampung.

Skandal pendamping Biro Kesra bisa jadi hanyalah permukaan dari persoalan yang lebih luas. Di banyak biro dan dinas, praktik serupa kerap berulang di balik nama-nama jabatan non-struktural, konsultan, atau tim ahli. Nilai anggarannya bisa saja “tersembunyi” dalam bentuk honorarium dan studi kelayakan

Jika tak segera dibenahi, maka visi “Bersama Lampung Maju” hanya akan menjadi slogan kosong, ditelan oleh praktik lama yang terus direproduksi oleh elite-elite birokrasi lama bahkan oleh orang-orang yang dipercaya dekat dengan kekuasaan. (Tim/Red)