Dinar Ekspose, Lampung Barat–Di tengah sorotan publik terhadap tata kelola keuangan sekolah, satu nama kini menjadi sorotan: SMA Negeri 2 Liwa, Kabupaten Lampung Barat. Sekolah ini, yang seharusnya menjadi rumah tumbuhnya akal sehat dan moralitas, kini justru terseret dalam dugaan praktik korupsi dan pelanggaran aturan pendidikan yang mencolok.
Data berbicara lantang, Jika ditelisik dalam dua tahun terakhir 2023 dan 2024 SMA Negeri 2 Liwa menerima alokasi dana yang tidak sedikit untuk pengembangan perpustakaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah. Total anggaran yang tercatat untuk Pengembangan Perpustakaan adalah Rp 126.599.887, Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Sekolah Rp 140.816.000.
Angka yang jika dijumlahkan bisa membangun ulang satu blok gedung sekolah. Namun, ironisnya, saat tim investigasi KOJAK (Koalisi Jurnalis Aktivis) yang menaungi beberapa media melakukan observasi langsung ke sekolah, gambaran realitasnya sangat kontras dengan besarnya angka tersebut. Perpustakaan sekolah tampak stagnan koleksi buku tidak mengalami peningkatan berarti, tidak ada sistem digitalisasi, dan sarana literasi terlihat seadanya. Alih-alih menjadi pusat peradaban ilmu, perpustakaan itu hanya seperti formalitas yang tak berdenyut.
Tak kalah miris, pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah pun seolah tak sebanding dengan jumlah dana yang digelontorkan. Dinding-dinding kelas yang mengelupas, toilet yang tak layak, jendela yang tak berkaca, pintu yang terlepas dari tempatnya, plapon yang jebol, serta sejumlah fasilitas yang kerap dikeluhkan siswa menjadi sebuah indikasi bahwa Uang puluhan juta rupiah itu seolah menguap tanpa jejak jelas.
Seorang narasumber internal sekolah yang enggan disebutkan namanya mengungkap rasa herannya, iya mengatakan bahwa tidak merasakan perubahan signifikan padahal mendapatkan kucuran dana yang tidak sedikit.
“Semuanya terjadi di tengah derasnya kucuran dana BOS dari pemerintah pusat. Dana BOS itu, semestinya menjadi penyangga pendidikan anak negeri Tapi yang terjadi dilapangan seakan berhenti di atas kertas” Ujar Sumber.
Seakan masih belum cukup, Dugaan KKN tidak berhenti pada persoalan infrastruktur semata. Dalam penyelidikan lanjutan, tim KOJAK juga menemukan praktik penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang diduga masih terjadi di SMA Negeri 2 Liwa. Padahal, aturan melalui peraturan pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 dan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 secara tegas melarang penjualan atau kewajiban pembelian LKS kepada siswa, sebagai bentuk mencegah komersialisasi pendidikan di ruang kelas dan tidak ada alasan logis maupun legal untuk membebani siswa membeli LKS.
Temuan ini pun sontak mengejutkan Thomas Amirico, selaku Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Lampung. Ketika dikonfirmasi, Thomas tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Nada suaranya naik satu oktaf. Baginya, praktik semacam ini bukan sekadar pelanggaran administratif tetapi pembangkangan terhadap semangat pendidikan yang bersih, adil, dan bebas komersialisasi.
“Saya sangat menyayangkan hal ini. Seharusnya sudah tidak ada lagi sekolah Negeri yang menggunakan LKS. Itu menyalahi aturan. Peraturan Pemerintah dan Permendikbud secara tegas melarangnya. Saya tegaskan, ke depan tidak boleh ada lagi sekolah yang menggunakan LKS.” Jelasnya.
Sampai berita ini dilansir belum ada steatmen apapun dari pihak terkait. Red/Tim